Arief Yahya, Menteri Pariwisata Indonesia, generasi milenial harus peka untuk memajukan Investasi pariwisata demi perkembangan Pariwisata Indonesia. Beliau mengatakan melalui investasi pariwisata dalam bentuk destinasi wisata digital dan tempat wisata yang dapat berpindah-pindah atau nomaden.
Menpar mengatakan, dua jenis investasi pariwisata tersebut memiliki kecocokan karakter dengan sifat dan kemampuan generasi milenial. Untuk wisata digital, modal yang dibutuhkan masih terbilang terjangkau sehingga pas untuk generasi muda.
“Saya perkirakan, nilai investasinya per tempat adalah Rp 200 juta,” ujarnya di Raffles Jakarta, Kamis (6/9) Republika.co.id.
Menteri Arief mencontohkan destinasi wisata digital yang sudah ada adalah Pasar Pancingan Lombok. Menurutnya, Investasi pariwisata tersebut bisa dilakukan secara berkelompok, karena lebih cocok untuk generasi yang suka bersosial. Prinsipnya, dibangun milenial, dikembangkan milenial dan dipakai oleh milenial juga.
Arief menuturkan, modal yang dibutuhkan dalam membangun investasi pariwisata destinasi wisata digital terjangkau karena komponen pembangunan juga tidak banyak. Dengan modal sistem pencahayaan bagus dan penataan ruangan atau lingkungan sedikit, suatu daerah bisa dikembangkan untuk destinasi wisata digital. “Terpenting, harus Instagrammable,” ucapnya.
Arief melihat, potensi destinasi wisata digital akan terus berkembang seiring dengan semakin melekatnya sosial media dalam kehidupan masyarakat. Khususnya untuk milenial yang mencapai 34 persen masyarakat Indonesia.
Sementara itu, untuk destinasi nomaden, nilai investasi yang dibutuhkan memang lebih besar. Arief memprediksi, per lokasi membutuhkan biaya Rp 10 miliar. Nilai ini didapatkan dari pembangunan Orchid Forest di Cikole, Lembang. Meski besar, milenial dapat menyiasatinya dengan cara “patungan”.
Arief menilai, karakter destinasi nomadik bisa masuk dengan sifat generasi milenial yang lebih senang berpindah-pindah dibanding harus diam di satu tempat. “Misalnya, untuk home pod atau homestay yang dapat moving. Kalau satu area tidak menguntungkan, bisa pindah ke tempat lain,” ucapnya.
Tidak harus berbentuk homestay, Arief menambahkan bahwa wisata destinasi nomadik juga bisa dikembangkan dengan karavan. Mobil berukuran besar yang bisa berfungsi sebagai hunian sementara ini juga sudah menjadi tren di beberapa kalangan milenial.
Arief menambahkan, destinasi wisata nomadik sesuai dengan karakter milenial yang haus akan pengalaman, baik sebagai investor ataupun konsumen. “Dengan kemudahan ini, saya ajak anak-anak muda untuk mulai berinvestasi di pariwisata,” tuturnya.