Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan pandangannya terkait tantangan besar di industri perikanan Indonesia. Salah satu isu utama yang dihadapi adalah metode penangkapan ikan yang dianggap tidak ramah lingkungan, yang menghambat ekspor ikan Indonesia ke pasar Eropa.
Dalam sambutannya di acara peluncuran Penangkapan Ikan Terukur (PIT) di Tual, Maluku Tenggara, Minggu (2/6/2024), Trenggono menjelaskan bahwa metode penangkapan ikan nelayan Indonesia masih dianggap ‘barbar’ oleh pihak Eropa.
“Sampai hari ini kita belum mampu dan belum bisa berhasil ekspor produk perikanan kita ke Eropa. Salah satu yang saya dapatkan informasi kenapa itu terjadi, dia cuman jawab cara penangkapan kalian masih barbar,” ungkap Trenggono.
Metode ‘barbar’ yang dimaksud merujuk pada penggunaan teknik penangkapan ikan yang tradisional dan tidak memperhatikan keberlanjutan sumber daya laut. Menanggapi masalah ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meluncurkan inisiatif Penangkapan Ikan Terukur (PIT).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur, PIT adalah konsep penangkapan ikan yang terkendali dan proporsional. Program ini dirancang untuk menjaga kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan, serta memastikan pemerataan pertumbuhan ekonomi nasional.
Trenggono menekankan bahwa PIT adalah langkah transformasi menuju praktik perikanan yang lebih berkelanjutan. Pada tahap awal, model PIT akan dikembangkan di dua wilayah zona 3 perikanan, yaitu Kota Tual dan Kepulauan Aru di Provinsi Maluku.
“Penangkapan terukur adalah untuk memberikan keyakinan kepada market di dunia bahwa ikan ditangkap dengan cara yang lebih manusiawi, lebih baik, dan lebih efisien,” jelas Trenggono. Sistem ini juga memungkinkan pelacakan asal ikan, jenis, dan peralatan tangkap yang digunakan.
PIT diharapkan dapat meningkatkan produktivitas daerah dan menjadi katalisator dalam mendongkrak perekonomian Indonesia melalui ekspor ikan Indonesia. Trenggono menyebutkan bahwa penangkapan dan pengolahan hasil tangkapan akan dilakukan langsung di Tual dan Kepulauan Aru, sehingga lebih efisien daripada mengirimkan kapal dari Jawa.
Implementasi model PIT di zona 3 melibatkan 187 kapal yang sebelumnya menyetor ikan ke zona 6 Jakarta, yang kini diarahkan untuk menjaring dan menyetor ikan kembali ke Tual dan Kepulauan Aru. Diperkirakan, transaksi ini dapat menghasilkan Rp48,4 miliar per bulan.
Dalam kesempatan berbeda, Trenggono menyatakan harapannya bahwa model PIT akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal secara signifikan. Selain Tual dan Kepulauan Aru, tiga titik pengembangan model PIT lainnya akan ditargetkan di zona 3, termasuk kawasan pantai Papua seperti Merauke dan Ambon, Maluku.
Dengan inisiatif PIT, pemerintah Indonesia berkomitmen untuk memodernisasi metode penangkapan ikan dan membuka peluang ekspor ikan Indonesia ke pasar internasional yang lebih luas, khususnya Eropa.
Demikian informasi seputar kendala yang dihadapi industri ekspor ikan Indonesia. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Freecaretips.Com.