Daftar Isi
Pengadilan Negeri Bekasi, Jawa Barat telah manjatuhkan vonis terhadap lima terdakwa serta 19 terdakwa kasus vaksin palsu. Kepala Humas PN Bekasi Suwarsa menjelaskan bahwa terdakwa yang memperoleh vonis hakim merupakan Iin Sulastri serta Syafrizal. Mereka merupakan pasangan suami istri yang memiliki peran untuk melakukan peredaran vaksin palsu serta membantu proses produksi.
Dalam persidangan yang berlangsung di PN Bekasi tersebt Iin Sulastri di vonis 8 tahun penjara serta denda Rp 100 juta. Sementara Syafrizal mendapatkan vonis 10 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Rumah Sakit Harapan Bunda dan Perawat Irnawati
Terdakwa lainnya adalah Seno yang divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar dan M Farid divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Selain para terdakwa, Majelis Hakim Pandiangan juga menjatuhan vonis terhadap Rumah Sakit Harapan Bunda. Rumah sakit dianggap telah membantu mengedarkan vaksin palsu.
Perawat yang bekerja di Rumah Sakit Harapan Bunda Irnawati mengaku mendapatkan perintah dari dokter untuk membeli vaksin dari distributor ilegal. Hal ini berlangsung cukup lama dan pada akhirnya kasus vaksin palsu dapat terungkap.
Peran Irnawati dalam kasus vaksin palsu
Irnawati merupakan terdakwa kasus vaksin palsu. Dalam kasus tersebut, Irnawati diberi kewenangan untuk memesan obat-obatan, termasuk salah satunya memesan vaksin pediacel dari distributor ilegal atau tidak resmi. Irnawati disuruh oleh dr. Lenny Syukriati untuk memesan obat-obatan karena rumah sakut tengah mengalami kekosongan selama berbulan-bulan.
“Ketika stok kosong, dokter Lenny memerintahkan saya untuk memesan vaksin Pediacel. Saya memesan ke CV Azka Medika. Jika ada keuntungan nanti dibagi-bagi,” ungkap Irnawati saat sidang di PN Bekasi.
Irnawati mengaku, sebagai perawat ia bertugas untuk mendampingi dr. Lenny. Untuk itu Irnawati selalu menginformasikan ketersediaan vaksin tersebut pada dokter yang didampinginya. Namun ketika stok kosong, dr. Lenny kerap menawarkan kepada orang tua pasien agar anak balitanya harus diimunisasi difteri, pertusis, dan tetanus.
Irnawati menambahkan bahwa vaksin Pediacel untuk DPT tidak dibeli dari distributor resmi. Irnawati membelinya dari Syahrul, selaku marketing CV Azka Mediaka.
Namun hal tersebut dibantah dokter Lenny Sykriati saat dirinya dipanggil sebagai saksi kasus vaksin palsu. Dirinya mengaku bahwa tugasnya sebagai dokter hanya menyuntikkan vaksin kepada pasiennya. Dia mengaku tidak mengetahui vaksin tersebut didapat dari mana.
Peran Sutanto dan Mirza
Selain Irnawati, Sutanto dan Mirza juga menjadi terdakwa kasus vaksin palsu. Peran Sutanto dan Mirza adalah sebagai distributor vaksin di wilayah Jawa Tengah. Kedua terdakwa tersebut ditangkap di Jalan Agus Salim, Semarang, Jawa Tengah. Vaksin palsu tersebut diedarkan Sutanto dan Mirza di Jawa Tengah dan Medan.